BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wali/perwalian dalam Pernikahan
Dalam
sebuah pernikahan itu harus ada yang namanya rukun pernikahan. Adapun
dari rukun nikah tersebut yaitu ada 5 :
1. Calon
Suami
2. Calon
istri
3. Wali
4. Dua
orang saksi
5. Sighat
ijab qabul
Semua
rukun tersebut harus dipenuhi semua, sendainya salah satu rukun tersebut tidak
terpenuhi maka pernikahan itu tidak sah.
Pernikahan
adalah amanah Allah SWT. Salah satu masalah yang sering timbul dan menjadi
bahan omongan masyarakat ialah bidang kuasa wali.
Rosulullah
SAW. bersabda :
الابولى
نكاح لا
“Tidak
ada nikah kecuali dengan adanya wali”
Pengertian
perwalian dalam arti umum adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wali.
Dan wali mempunyai banyak arti, antara lain :
1. Orang
yang menurut hukum (agama,adat) diserahi kewajiban mengurus anak yatim
2. serta
hartanya, sebelum anak itu dewasa.
3. Pengasuh
pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu yang mengucapkan janji menikah
kepada pengantin laki-laki)
4. Orang
saleh (suci), penyebar agama.
5. Kepala
pemerintah dan lain-lain.
Adapun
pengertian yang lain wali berarti teman karib,pemimpin, pelindung, atau
penolong yang terdiri dari ahli waris laki-laki yang terdekat kepada pengantin
perempuan.
Wali adalah salah satu syarat sah nikah maka bukan semua orang boleh menjadi wali. Maka dari itu ada syarat-syarat sah menjadi wali yaitu :
Wali adalah salah satu syarat sah nikah maka bukan semua orang boleh menjadi wali. Maka dari itu ada syarat-syarat sah menjadi wali yaitu :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Laki-laki
5. Adil
6. Merdeka.
Walau
orang buta atau bisu jika dia wali maka diharuskan menjadi walli karena boleh
menimbang dan memikirkan hal-hal penting kepada wanita, selagi ia bisa memahami
isyarat serta tulisan dan juga memenuhi syarat-syarat wali.
Wali ditunjuk berdasarkan skala prioritas secara tertib dimulai dari orang yang paling berhak yaitu mereka yang paling akrab, lebih kuat hubungan darahnya. Jumhur ulama’ seperti Imam Malik,Imam Syafi’i mengatakan bahwa wali itu adalah ahli waris dan diambil dari garis ayah bukan dari garis ibu. Adapun tertib wali tersebut yaitu :
Wali ditunjuk berdasarkan skala prioritas secara tertib dimulai dari orang yang paling berhak yaitu mereka yang paling akrab, lebih kuat hubungan darahnya. Jumhur ulama’ seperti Imam Malik,Imam Syafi’i mengatakan bahwa wali itu adalah ahli waris dan diambil dari garis ayah bukan dari garis ibu. Adapun tertib wali tersebut yaitu :
1. Ayah
2. Kakek
3. Saudara
laki-laki seibu sebapak
4. Saudara
laki-laki ayah, paman
5. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak
6. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki ayah
7. Paman
dari bapak
8. Anak
laki-laki dari paman dari bapak
9. Paman
dari kakek
10. Anak
laki-laki dari paman dari kakek
11. Wali
hakim.
Apabila
wali pertama tidak ada, hendaklah diambil wali yang kedua, dan jika wali kedua
tidak ada hendaklah diambil wali ketiga dan begitu seterusnya mengikuti tertib
wali. Dan jika masih ada wali yang terdekat dan hadir pada saat tersebut,
perkawinan tidak boleh dilakukan oleh wali yang lebih jauh,kecuali kalau wali
aqrab tersebut ada sebab tidak tentu rimbanya, Imam Hanafi berpendapat hak
kewaliannya berpindah kepada wali berikutnya. Hal ini ditujukan agar tidak
menyebabkan terganggunya perkawinan tersebut. Apabila suatu saat wali aqrab itu
datang dia tidak dapat membatalkan perkawinan tersebut, karena keghaibannya
dianggap sama dengan ketiadaannya. Adapun Imam Syafi’i berpendapat, keghaiban
wali aqrab tidak menyebabkan berpindahnya hak wali kepada urutan berikutnya
tetapi justru jatuh pada hakim. Adapun diantara wali yang dominan, yaitu ayah
dan kakek.2
Dan
apabila pengantin perempuan itu tidak mempunyai wali, maka ia akan dinikahkan
secara wali hakim.
B.
Kedudukan dan Macam-Macam Wali
1. Wali Mujbir
Wali
mujbir adalah orang yang mempunyai hak paksa atau hak ijbar. Dasar pertimbangan wali mujbir adalah
kemaslahatan putrinya yang akan dipaksa. Artinya bahwa seorang wali mujbir
harus yakin bahwa jodoh yang dia paksakan itu tidak akan menimbulkan masalah
bagi putrinya bahkan akan mendatangkan maslahat bagi putrinya.
Pengertian lain dari wali mujbir yang lainnya bahwa
wali mujbir itu mempunyai bidang kuasa untuk menikahkan anak atau cucunya yang
masih perempuan tanpa meminta izin kepada putrinya terlebih dahulu. Tapi wali
mujbir tidak boleh menikahkan putri yang jandanya tanpa meminta izin terlebih
dahulu kepada siperempuantersebut.
Hak ijbar dari Wali mujbir itu bisa gugur
karena mempunyai alasan yaitu :
• Tidak ada kesepadanan antara mempelai laki-laki dengan gadis yang dipaksakan perkawinannya
• Tidak ada kesepadanan antara mempelai laki-laki dengan gadis yang dipaksakan perkawinannya
•
Adanya pertentangan antara kedua orang yang akan dipaksakan atu adanya
perselisihan antara calon mempelai
• Adanya
perselisihan antar mempelai perempuan dengan wali mujbir yang dinikahkan.
2. Wali adhal atau wali yang dhalim
2. Wali adhal atau wali yang dhalim
Seorang wali yang enggan mengawinkan anaknya,
padahal tidak memiliki alasan yang dapat diterima. Siwanita dapat mengajukannya
kepada wali hakim. Dengan demikian hak kewaliannya tidak jatuh kepada wali-wali
yang urutannya dibawahnya tetapi langsung kepada wali hakim. Jadi wali yang
enggan mengawinkan anak di bawah perwaliaanya tanpa alasan-alasan yang dapat
diterima disebut dengan wali adhal atau wali yang dhalim. Hal ini karena pada
prinsipnya para wali tidak boleh menghalangi perkawinan anak dibawah perwaliannya
tanpa alasan-alasan yang prinsipal, tidak boleh mencegah kalau sesuatunya
memang normal, dan tidak boleh menyakiti anak dibawah perwaliannya.
3. Wali hakim atau wali raja
Wali
hakim adalah sultan atau raja yang beragama islam yang bertindak sebagai wali
kepada pengantin perempuan yang tidak mempunyai wali. Tapi karena sultan atau
raja sibuk dengan tugas-tugas negara maka ia menyerahkannya kepada
pendaftar-pendaftar nikah untuk bertindak sebagai wali hakim.
Wali
hakim itu diangkat oleh pemerintah khusus untuk mencatat pendaftaran nikah dan
menjadi wali nikah bagi wanita yang tidak mempunyai atau wanita yang akan
menikah itu berselisih paham dengan walinya.
Sebab-sebab
menggunakan wali hakim :
•
Tidak ada wali nasab
•
Anak tidak sah taraf atau anak angkat
•
Wali yang ada tidak cukup syarat
•
Wali aqrab menunaikan haji atau umrah
•
Wali enggan
Jadi
wali yang enggan menikahkan seseorang perempuan tanpa alasan munasabah mengikut
syara’, maka hak wali itu berpindah kepada wali hakim.
4. Wali berada jauh atau ghoib
Mengikut
Madzhab Syafi’i kalau wali aqrab ghaib atau berad jauh dan tidak ada walinya
maka yang menjadi wali ialah wali hakim di negerinya, bukan wali ab’ad.
Berdasarkan wali yang ghaib atau berada jauh itu pada prinsipnya tetap berhak
menjadi wali tetapi karena sukar melaksanakan perwaliannya maka haknya diganti
oleh wali hakim.
5. Wakalah wali (wali mewakilkan kepada orang lain)
Apabila
seseorang wali aqrab itu berada jauh tidak dapat hadir pada majlis akad nikah
atau wali itu boleh hadir tetapi ia tidak mampu untuk menjalankan akad nikah
itu. Maka wali itu bolehlah mewakilkan kepada orang lain yang mempunyai
kelayakan syar’i. Begitu juga bagi bakal suami. Kalau ia tidak dapat hadir
karena sedang belajar diluar negeri, maka ia boleh mewakilkan kepada orang lain
yang mempunyai kelayakan syar’i untukmenerima ijab tersebut. Menurut jumhur
fuqaha, syarat-syarat sah orang yang boleh menjadi wakil wali yaitu laki-laki,
baligh, merdeka, islam, berakal, Tidak menunaikan ihram atau umrah.
Orang
yang menerima wakil hendaklah melaksanakan wakalah itu dengan sendirinya sesuai
dengan yang ditentukan semasa membuat wakalah itu karena orang yang menerima
wakil tidak boleh mewakilkan pula kepada orang lain kecuali dengan izin memberi
wakil atau bila diserahkan urusan itu kepada wakil sendiri seperti kata
pemberi wakil: “Terserahlah kepada engkau (orang yang menerima wakil)
melaksanakan perwakilan itu, engkau sendiri atau orang lain”. Maka ketika itu,
boleh wakil berwakil pula kepada orang lain untuk melaksanakan wakalah itu.
Wakil wajib melaksanakan wakalah menurut apa yang telah ditentukan oleh orang
yang memberi wakil.
C.
Kompilasi hukum islam
Mengenai
perwalian ini, kompilasi hukum islam di Indonesia memperinci sebagai berikut :
Dalam
buku I Hukum Pernikahan, Pasal 19, 20, 21, 22 dan 23 berkenaan dengan wali
nikah, disebutkan:
Pasal
19
Wali
nikah dalam pernikahan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai
wanita yang bertindak menikahkannya.
Pasal
20
(1) Yang
bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum
Islam yakni muslim, aqil, dan baligh.
(2) Wali nikah terdiri dari: a. wali nasab; b.
wali hakim
Pasal
21
(1) Wali
nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan; kelompok yang satu
didahulukan dari kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan
dengan calon mempelai.
(2) Apabila
dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama berhak
menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat
derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.
(3) Apabila
dalam satu kelompok sama derajat kekerabatannya, maka yang paling berhak
menjadi wali nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang hanya seayah.
(4) Apabila
dalam satu kelompok derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama derajat kandung
atau sama-sama derajat kerabat ayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah
dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali.
Pasal
22
Apabila
wali nikah yang paling berhak urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali
nikah atau oleh karena wali nikah itu menderita tunawicara, tunarungu, atau
sudah uzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut
derajat berikutnya.
Pasal
23
(1) Wali
hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau
tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib
atau adhal atau enggan.
(2) Dalam
hal wali adhal atau enggan, maka wali hakim baru bertindak sebagai wali nikah
setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Wali dalam pernikahan merupakan salah satu rukun yang harus dipenuhi dalam
sebuah pernikahan. Apaila wali tersebut tidak terpenuhi maka pernikahan itu
tidak sah. Didalam pernikahan yang wajib menggunakan wali adalah dari pihak
perempuan. Adapun syarat-syarat dari wali yaitu :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Laki-laki
5. Adil
6. Merdeka
7. Yang
paling pertama kali wajib untuk menjadi wali yaitu dari ayah kandung mempelai
putrinya, tapi apabila tidak ada berpindah pada kakeknya, danbegitu seterusnya.
Macam-macam wali :
1. Wali
Mujbir
2. Wali
Adhal
3. Wali
Ghaib
4. Wali
yang diwakilkan/ wakalah wali
5. Wali
Hakim
6. Wali-wali
tersebut mempunyai kedudukan yang berbeda-beda.
SARAN
Mengenai makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mohon ma’af apabila ada kesalah
fahaman dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfa’at
bagi penulis khususnya, dan pada pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http:// Kammigresikonly.multiply.com/journal/item/22
http://puskafi.wordpress.com/2010/06/12/konsep-wali-dalam-pernikahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar